Dampak
perubahan iklim terhadap kesehatan manusia, termasuk kesehatan gigi dan mulut
sudah dapat dideteks, sehingga menjadikan situasi ini akut dan kekinian. Pada
tahun 2015, suhu udara permukaan rata-rata global (SAT) mencapai 1°C diatas
suhu pra industri dan diperkirakan akan meningkat pesat hingga 1,5°C pada tahun
2030an dan mencapai 2°C pada tahun 2050an. Kondisi mulut mempengaruhi 3,9
miliar orang pada tahun 2010 dengan karies gigi yang tidak diobati menjadi
penyakit tidak menular (NCD) yang paling umum diseluruh dunia dan penyakit
periodontal berapa di peringkat keenam. Kanker mulut termasuk dalam 10 kanker
paling umum di dunia. Upaya mengatasi PTM melalui pendekatan faktor risiko umum
berfokus pada faktor-faktor utama seperti konsumsi gula, penggunaan tembakau
dan alkohol, stres, cedera dan kebersihan yang buruk.
Efek
perubahan iklim yaitu energi matahari menghangatkan bumi dan meskipun sebagian
besar energi tersebut dilepaskan kembali ke luar angkasa, sebagian di tahan di
armosfer oleh gas rumah kaca. Kejadian cuaca ekstrem, kenaikan permukaan air
laut, dan tantangn curah hujan yang parah. Hal ini menimbulkan risiko kesehatan
besar melalui :
a. Stress panas
Paparan panas yang berlebihan dapat terjadi dalam
berbagai bentuk. Pasien gigi yang dirawat secara medis dengan diuretik atau
inhibitor reuptake serotonin selektif lebih rentan terhadap efekt stress panas.
Beberapa obat yang ditemukan dalam perlengkapandarurat standar untuk praktik
dokter gigi terpengaruh oleh panas. Obat khas untuk penanganan episode asma
atau reaksi alergi menjadi kurang manjur bila terkena panas.
b. Kualitas udara buruk
Tingkat asma telah meningkat secara dramatis dan
berhubungan dengan musim kebakaran hutan yang lebih intens, musim serbuk sari
yang lebih lama/lebih intens, peningkatan ozon dipermukaan tanah, dan beberapa
faktor lainnya. Obat yang sering diguanakn untum mengobati asma antara lain
antihistamin yang mengandung sukrosa dan brondodilator yang dapat menyebabkan mulut
kering. Asma dikaitkan dengan peningkatan risiko karies gigi, peradangan
gingiva dan perubahan pH air liur.
c. Kerawanan pangan/air
Menurut Tinjauan Air
Bank Dunia, air berhubungan dengan hampir seluruh Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan PBB, namun secara global 2,2 miliar orang kekurangan air minum
yang aman, dan 4,2 miliar orang tidak memiliki layanan sanitasi yang
memadai. Tanpa air minum, praktik kebersihan mulut dapat menjadi tidak
diprioritaskan atau tidak mungkin dilakukan, sehingga menyebabkan tingkat
penyakit mulut yang lebih tinggi dan kualitas hidup kesehatan mulut yang lebih
rendah. Selain itu, air yang terkontaminasi dan sanitasi yang buruk dapat
menyebabkan penyakit pencernaan yang kemudian diikuti dengan diare,
muntah-muntah, dan malnutrisi.
Malnutrisi
kemungkinan besar terjadi di masyarakat yang sangat bergantung pada pertanian
dan perikanan, yang berada di luar zona cuaca sedang, dan yang terletak di
negara-negara berkembang. Manutrisi berhubungan dengan NOMA dan tanda awal
timbulnya penyakit ini adalah gingivitis dan lesi periodontal ulseratif.
Malnutrisi juga berhubungan dengan hipoplasia enamel, karies gigi dan
keterlambatan erupsi gigi.